KOCHUU: LALU LINTAS RUANG DARI ARSITEKTUR SUNYI

http://www.daunjationline.com/2017/01/kochuu-lalu-lintas-ruang-dari.html
John
Heryanto
![]() |
Kochuu (2003) |
Sampai hari ini, Jepang
masih menjadi ikon bagi bangsa Asia sebagai sebuah negara maju, dimana ekonomi,
teknologi, sain, industri, perdagangan, urbanisasi dan lain sebagainya berlangsung sangat singkat. Meski mengalami
peristiwa dibomnya Nagaski dan Horosima, ditambah dengan bencana alam yang datang
tiap tahun. Tapi dengan cepat Jepang mampu mensejajarkan dirinya dengan
negara-negara maju lainnya di dunia. Paska Perang Dunia II inilah, titik bangkitnya
kebudayaan Jepang termasuk asitektur didalamnya. Meski sebelumnya telah dimulai
sejak Restorasi Meiji (1868), setelah politik
isolasi atau sakoku. Dan salah satunya
yang terlihat jejaknya secara fisik yaitu berkaitan dengan bentuk dan
pengelolan ruang. Lantas bagaimanakah tata ruang dibentuk hari ini, dalam ruang
yang global?
![]() |
Salah satu adegan dalam "Kochuu" (2003) |
Estetika bagi orang
Jepang tentunya berbeda dengan pandangan estetika yang berkembang di barat
sebab ia terkait dengan falsapah dan
pandangan hidup yang diwariskan secara
turun temurun dari leluhur zaman shinto. Sehingga melihat jepang tidaklah bisa
meminjam mata orang lain. Hal pertama yang muncul dalam kepala saya ketika
menyebut Jepang ialah kesederhaan, efektif, simple dan tepat waktu. Berkaitan
dengan waktu inilah, meski sangat subjektif. Tapi hidup saya akan menjadi singkat dan sia-sia,
jika menonton film yang membuat saya tidur. Melalui film “kochuu: japanese architecture/influence & origin”(2003) garapan
Jesper Wachtmeister selama 52 menit serasa berada di Jepang. Diajak berkeliling
mengenal kebudayaan kotemporer melalui
tatapan mata. Ihwal tata ruang dalam masyarakat urban berkaitan dengan falsafah
hidup dan visi kebudayaan. Dimana tradisi dirawat sebagai yang tumbuh dan sekaligus berhadapan langsung dengan masa
depan.
Bagi orang Jepang, konsep
ruang hadir sebagai sesuatu yang mendasar. Terkait dengan roh atau jiwa,
pikiran, badan, tubuh, indra, memori, sejarah dan berbagai perangkat lainnya
yang terhubung dengan keaslian ‘organik’ dan tercermin dalam kebudayaan yang berjalan.
Sedangkan estetika itu sendiri hadir sebagai mujo atau ketidakpastian. Senantiasa bergerak, berubah-ubah dan tak
pernah selesai sebagai sebuah ketaksempurnaan siklus alam.
“kochuu:
japanese architecture/influence & origin”(2003)
selain menghadirkan berbagai arsitektur yang subur juga menghadirkan wawancara
dari para arsitek Jepang masa kini seperti Tadao Ando, Toyo Ito, Kazuo Shinohara,
Sverre Fehn, Juuhani Pallasma dan Kristian Gulichen terkait dengan pandangan
hidup dan manifesto arsitek-nya sehingga Jepang menjadi sangat dekat sekaligus
hal yang pribadi. Kiranya Film dokumenter ini menjadi tontonan wajib, terutama
bagi mahasiswa arsitek. Apalagi bagi mahasiswa Insitut Seni Budaya Indonesia
(ISBI) Bandung yang berakar pada tradisi. Selamat Menonton.