KOMITE SOLIDARITAS UNTUK PERJUANGAN BURUH (KSPB) MENGGELAR AKSI KAMPANYE DI KANTOR PUSAT TOYOTA BANDUNG

http://www.daunjationline.com/2018/10/komite-solidaritas-untuk-perjuangan.html
![]() |
Foto oleh Gia - Komite Solidaritas untuk Perjuangan Buruh (KSPB) |
Minggu
(28/10), sekitar 25 orang berkumpul di depan Kantor Pusat Toyota Bandung, di
Jalan Asia-Afrika no.125, beberapa meter setelah lampu merah Simpang Lima.
Mereka adalah yang tergabung dalam Komite Solidaritas untuk Perjuangan Buruh
(KSPB). Terdiri dari mahasiswa, pelajar, aktivis kaum miskin kota
anti-penggusuran, wartawan hingga senima. Mereka menyampaikan
persoalan-persoalan yang sedang dialami buruh PT Nanbu Plastic Indonesia dan PT
Fajar Mitra Indah—anak perusahaan dari FamilyMart.
“Ada 4 buruh Nanbu yang saat ini
sedang terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), karena sebelumnya mengajukan
pengangkatan status menjadi karyawan tetap. Padahal ajuan ini sudah didukung
oleh pemerintah (Anjuran
No. 565/3069/DISNAKER tanggal 25 Mei 2018 yang dikelurkan Disnaker Kabupaten
Bekasi, red). Bukannya malah mematuhi
anjuran tersebut, PT Nanbu malah menggugat keempat buruh ke Pengadilan Hubungan
Industrial untuk mengesahkan PHK terhadap keempat buruh, plus membebankan biaya
perkaranya kepada mereka. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah tidak
mendapat upah yang layak, kini terancam PHK dan harus membayar biaya perkara
pula. Kurang ditindas apa buruh Nanbu oleh perusahaan?”, ujar Siti saat
berorasi. Siti merupakan mahasiswa yang hadir dalam aksi ini.
Lanjutnya,
“Selain itu, 1 dari 4 buruh Nanbu mengalami hal yang lebih sial lagi. Atika
namanya. Dia adalah buruh yang mengalami kecelakaan kerja, satu jari tengahnya
putus dan sekarang harus mengalami cacat permanen. Dia mengalami kecelakaan
saat bekerja di jam lembur, dan naasnya, karena tidak diberikan jaminan
kesehatan (BPJSK) oleh perusahaan, Atika jadi tidak bisa mendapat penanganan
saat kecelakaan terjadi. Terus sekarang, malah diancam kena PHK. Selain itu
melanggar kemanusiaan, yang dilakukan PT Nanbu juga melanggar hukum. Karena perusahaan
dilarang memecat karyawan yang mengalami kecelakaan kerja”.
Dalam
Pasal 153 Ayat (1) huruf (j) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Perusahaan dilarang melakukan PHK terhadap buruh korban kecelakaan kerja yang
mengalami cacat permanen. Selain itu, BPJSK merupakan hak normatif (mendasar,
hak yang tak perlu diminta seorang buruh) yang harus diberikan perusahaan
kepada buruh setelah seorang buruh bekerja lebih dari 3 bulan. Tapi pada kasus
Atika, perusahaan belum mengurus dan memberikan BPJSK padahal Atika sudah
bekerja lebih dari 3 bulan, dan malah melakukan gugatan PHK dalam perjalanan
kasusnya, dengan alasan habis masa kontrak yang bertentangan dengan UU Nomor 13
Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan di atas.
“Dari
kenyataan yang telah kita ketahui ini, bahwa buruh-buruh PT Nanbu Plastic
Indonesia mengalami penindasan, maka itu kami berdiri di sini (depan Kantor
Pusat Toyota Bandung), karena PT Nanbu Plastic Indonesia merupakan pemasok
komponen plastik untuk produsen mobil Jepang, Toyota. Agar Toyota berani
menindak anak perusahaannya untuk menjalankan kewajiban memenuhi hak-hak
buruhnya!”, ujar Doni yang mengaku sebagai korban penggusuran, yang tergabung
dalam Aliansi Rakyat Anti Penggusuran.
PT
Nanbu Plastic Indonesia sendiri merupakan pemasok Tier 2 untuk Toyota, penguasa
ekspor mobil di Indonesia sebanyak 80 persen. Pada kenyataannya juga, Toyota
Global memiliki code of
conduct, ada janji Toyota untuk memastikan perusahaan-perusahaan
pemasoknyamemenuhi hak-hak pekerja, hak asasi manusia, anti-diskriminasi dan
mematuhi hukum di suatu negeri.
Selain kasus yang dialami buruh Nanbu,
KSPB juga menyampaikan persoalan yang dialami buruh dari PT Fajar Mitra Indah
(PT FMI) dan mendukung penuh perjuangan mereka. PT FMI merupakan gudang FamilyMart, yang mempekerjakan sekitar 80 orang buruh. PT FMI menggunakan
buruh kontrak yang dipekerjakan tanpa kontrak kerja, tanpa slip gaji, tanpa
uang transport, tanpa uang makan, tanpa pembayaran lembur di hari libur
nasional dan seringkali memotong gaji buruh dengan alasan kehilangan barang
tanpa merincikan barang-barang apa saja yang hilang. FamilyMart juga
mempekerjakan buruh ibu-ibu dengan status harian dan upah di bawah ketentuan
upah minimum.
“Serikat buruh
mengajukan pengangkatan 26 buruh menjadi karyawan tetap, tunjangan makan dan
tunjangan transportasi. Tapi perusahaan menolak memenuhi tuntutan buruh yang
normatif tersebut.
Para buruh PT FMI yang tergabung dalam Asosiasi Karyawan
untuk Solidaritas Indonesia PT. Fajar Mitra Indah (AKSI PT. FMI) terpaksa
melakukan mogok yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dari tanggal 21
September 2018 sampai 7 Oktober 2018. Pengusaha PT FMI malah mendatangkan
tentara untuk menjaga pabrik gudang FamilyMart yang berlokasi Desa Sukadanau,
Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi ini.”, lanjut Doni yang hari itu memakai kaos dan sepatu
olahraga berwarna biru.
“Hari ini kita harus menyatakan memboikot
FamilyMart sampai mereka sadar bahwa 26 buruh PT FMI harus dipenuhi hak-haknya.
Selama hak-hak buruh tidak dipenuhi, selama itu pula kita nyatakan boikot!”,
pungkas Doni menutup orasinya, dengan kepalan tangan kiri dan menutupnya dengan
lagu Solidarity Forever, lagu musisi
folk Amerika, Pete Seeger, yang sering menjadi lagu mars bagi buruh-buruh yang
sedang berjuang.
Dari blog Federasi Serikat Buruh Demokratik dan Kerakyatan
(F-Sedar), di http://www.fsedar.org, ditulis bahwa saat pemogokan tersebut PT FMI membuat
ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga benar-benar melakukan PHK
terhadap buruh yang masa kerjanya di bawah dua tahun.
Di
sela-sela aksi, Daunjati sempat mewawancarai salah seorang mahasiswa dari
Itenas, bernama Anwar, kami bertanya soal mengapa mahasiswa perlu
bersolidaritas mendukung perjuangan buruh. Anwar menjawab dengan meyakinkan
dengan gaya bicaranya yang santai. “Mahasiswa penting membangun kontak dengan
kelas pekerja. Tanggalkan lah heroism-heroisme mahasiswa kita. Cukup dan
berhenti lah menganut paham moralis. Kita bagian dari masyarakat juga. Kita
(mahasiswa) ditindas oleh komersialiasi pendidikan, dan sedang mengalami
proletarisasi.”
Anwar
menjelaskan mengenai kenyataan yang ada saat ini,
ditambah dengan konteks perjuangan buruh Nanbu dan FamilyMart. Ia
bilang, bahwa penindasan yang terjadi terhadap buruh-buruh tersebut dan kaum buruh secara umum, merupakan konsekuensi logis dan alamiah dalam sistem
ekonomi kapitalisme. Karena ketika alat produksi hanya dimiliki oleh segelintir
orang saja, dan mayoritas orang menjadi pekerjanya, penindasan akan terus
terjadi karena para pemilik alat produksi itu berperspektif pada keuntungan
yang sebanyak-banyaknya dari akumulasi keuntungan produksi, sehingga akan terus menghisap hasil kerja buruh.
“Kenapa
penting bersolidaritas untuk perjuangan buruh? Karena yang agent of change itu mereka (kaum buruh), tenaga produktif yang
menjadi jantung inti dari corak produksi kapitalisme, sistem ekonomi hari ini.
Bukan mahasiswa.”, tutup Anwar sambil ia melanjutkan bergabung dengan barisan
aksi.
KSPB
mengakhiri aksi kampanye mereka sekitar pukul 11.00, setelah 30 menit sebelumnya
diminta bubar oleh pihak kepolisian dari Polsek Sumur Bandung. Pihak kepolisian
sempat berdebat dengan Siti (KSPB), polisi beralasan karena aksi tersebut
dilakukan pada hari Minggu. Namun saat ditanya balik oleh Siti apa argumen hokum
dari pelarangan tersebut, pihak kepolisian tidak menjawab. “Polisi tidak berhak
melarang kebebasan berpendapat, tapi lagi pula KSPB memang sepakat melakukan
aksi sampai jam 11.”, jelas Siti pada Daunjati.
KSPB
sendiri bukan hanya ada di Bandung dan satu-satunya yang melakukan aksi solidaritas,
ada 13 titik di seluruh Indonesia (Bekasi,
Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta, Malang, Kupang, Makassar, Ternate, Sula, Tobelo,
Manado, Minahasa) yang sudah dan akan melakukan aksi serupa
secara serentak dari tanggal 27-29 Oktober 2018. Termasuk di Jakarta, yang
diikuti sekitar 400 orang buruh. Dengan 5 titik aksi sekaligus: Kantor FamilyMart,
Kantor Kedutaan Besar Jepang, Kantor Kemenaker, Kantor Toyota dan Kantor PT
Sayap Mas Utama Wings.
Sebelum
membubarkan diri, KSPB membacakan pernyataan sikap yang berisi uraian persoalan
sampai pada solusi yang ditawarkan dalam bentuk beberapa tuntutan. Berikut
tuntutannya:
1. Nanbu harus mempekerjakan kembali Atika, dkk (empat orang)
dengan status karyawan tetap sesuai dengan Risalah Perundingan tanggal 22
November 2017 dan Anjuran Disnaker Kabupaten Bekasi Nomor 565/3069/DISNAKER dan
nota pemeriksaan khusus nomor 560/4751/UPTD-Wil.2
2. Toyota Indonesia harus memastikan Nanbu mempekerjakan
kembali Atika, dkk (empat orang) dengan status karyawan tetap sesuai dengan
Risalah Perundingan tanggal 22 November 2017 dan Anjuran Disnaker Kabupaten
Bekasi Nomor 565/3069/DISNAKER dan nota pemeriksaan khusus nomor 560/4751/UPTD-Wil.2
3. Batalkan PHK 26 Buruh PT FMI
4. Penuhi Hak-hak Buruh PT FMI
5. Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla melalui Kementerian
Ketenagakerjaan harus memastikan Toyota dan Nanbu menjalankan kesepakatan
dengan serikat pekerja dan Anjuran Disnaker Kabupaten Bekasi Nomor
565/3069/DISNAKER dan Nota pemeriksaan khusus nomor 560/4751/UPTD-Wil.2
6. Tolak Upah Murah dan Kenaikan Upah hanya 8,03%
7. Hapus Sistem Kerja Kontrak, Outscorsing, dan Magang
[ Naufal, Wartawan Daunjati ]